About

Propellerads

Friday 11 March 2016

Tradisi Membakar uang uangan dan Rumahan pada upacara Kematian

Posted by   on



TRADISI MEMBAKAR UANG-UANGAN DAN RUMAHAN PADA UPACARA KEMATIAN

Sejak zaman dulu sebenarnya ada 2 jenis kertas yang di gunakan dalam tradisi sembahyang masyarakat tionghoa, yaitu kertas yang bagian tengahnya berwarna keemasan (KIM CUA) dan kertas yag bagia tengahnya berwarna keperakan ( GIN CUA).

Menurut kebiasaan-nya KIM CUA (kertas emas) di gunakan untuk keperluan upacara sembahyang kepada para dewa dewi sedangkan GIN CUA (kertas perak) di gunakan untuk keperluan upacara sembahyang kepada leluhur dan arwah arwah orang yang telah meninggal dunia.

Mereka yang mempercayai tradisi ini beranggapa n bahwa dengan  membakar kertas emas dan perak itu berarti mereka telah memberika kepinga uang emas dan perak kepada para dewa dann juga leluhur mereka , sebagaimana di ketahui bahwa kepingan uang emas dan perak merupakan mata uang yang di gunakan  pada zaman  tiongkok kuno.

Tetapi ternyata kemajuan zaman telah mempengaruhi pula tradisi ini, sekarang yang di bakar bukan hanya sekedar uang emas dan  perak, tetapi ada pula sejenis uang kertas dengan  nilai nominal yang bisa mencapai milyaran, yang bentuknya mirip dengan uang kertas yang kita gunakan pada zaman sekarang.
Yang membedakannya adalah kalau uang kertas yang berlaku pada umumnya ada yang bergambar kepala negara atau pahlawan, tetapi pada uang kertas yang akan di kirim kepada leluhur yang telah meinggal dunia ini bergambar  YEN LUO WANG yakni dewa yama (Penguasa Alam Neraka).

SEJARAH MEMBAKAR UANG UANGAN DAN RUMAHAN

Konon tradisi “bakar ramah-rumahan dan uang kertas” ini baru di mulai pada pemerintahan kaisar Lie Sie Bien (Lie She Min) dari dynasty Tang  di Tiongkok. Lie Sie Bien adalah seorang kaisar  yang adil dan bijaksana serta pemeluk agama Buddha yang taatt sehingga beliau di cintai oleh rakyatnya. Dalam pandangan kaisar sendiri, beliau puas dengan kemakmuran yang ada di sekeliling beliau.

Masyarakat di kota raja semuanya hidup bahagia, tenteram dan damai. Sampai suatu  ketika sang raja pergi keluar ibu kota dan melihat keadaan masyarakat yang sesungguhnya. Keadaan di luar  ibu kota sangat mengerikan, mereka hanya cukup untuk makan, namun mereka tidak punya apa apa dan hidup dalam kemiskinan. Yang ada hanyalah pohon pohon bambu saja di halaman rumah mereka. Sekembalinya ke ibu kota. Sang kaisar murung dan terus berpikir bagaimana caranya menyeimbangkan kesejahteraan rakyat baik yang ada di ibu kota maupunn di luar ibu kota.

Akhirnya kemudian kaisar mendapat ide untuk berpura-pura mangkat, dengan demikian maka selurugh orang kaya di ibu kota berkumpul untuk melayat beliau. Di sebarkan kabar bahwa kaisar menderita penyakit yang cukup parah, mendengar kabar ini rakyat menjadi sedih. Beberapa hari kemudian secara resmi di keluarkan pungumuman dari kerajaan bahwa kaisar Lie Sie Bien meninggal dunia.

Rakyat benar benar berduka cita karena kehilangan seorang yang di cintai, sebagai uangkapan rasa duka cita penduduk memasang kain putih di depan pintu rumahnya masing masing sebagai tanda ikut berkabung atas mangkatnya sang kaisar. Sebagaimaa tradisi pada waktu itu, jenazah kaisar tidak langsung di kebumikan, melainkan di semayamka beberapa minggu untuk memberika kesempata kepada para pejabat istana dan rakyat agar dapat memberikan penghormatan terakhir.

Setelah beberapa hari kemudian kaisar Lie Sie Bien hidu kembali atau bangkit kembali dari kematiannya. Dan kemudian beliau bercerita mengenai perjalanan panjang menuju alam baka yang di alaminya selama kematiannya. Dimana salah satu cerita beliau adalah ketika beliau dalam perjalanan menuju kealam neraka, sang kaisar bertemu dengan ayah bunda, dan sanak keluarga, serta teman temannya yang telah lama meninggal dunia. Di mana di kisahkan bahwa kebanyakan dari mereka menderita kelaparan, kehausan dan serba kekuranga walaupun dulu semasa hidupnya mereka hidup senang dan mewah. Keadaan mereka sangat menyedihkan meskipun anak anak dan keturunannya yang masih hidup berada dalam keadaan senang dan bahagia.

Makhluk-makhluk yang menderita ini berteriak memanggil Lie Sie Bien untuk minta pertolongan dan bantuannya untuk mengurangi penderitaan mereka. Menurut Kaisar mereka ini sangat mengharapkan bantuan dan pemberian dari keturunan dan sanak-keluarganya yang masih hidup. Lalu sang Kaisar menghimbau dan menganjurkan agar keturunan dan sanak keluarga yang masih hidup jangan sampai melupakan leluhur dan keluarganya yang telah meninggal. Kita yang masih hidup wajib mengingat dan memberikan bantuan kepada mereka yang menderita di alam sana, sebagai balas budi kita kepada leluhur kita itu. Untuk itu keluarga yang masih hidup dianjurkan untuk mengirimkan bantuan dana/uang kepada mereka yang berada di alam penderitaan itu.

Dan dana bantuan itu adalah salah satunya berupa "Rumah-rumahan" dan uang-uangan untuk dibakar yang terbuat dari bambu-bambu (yang juga merupakan bahan dasar pembuatan kertas saat itu). Rumah-rumahan ini yang kemudian dibakar dan akan menjelma menjadi rumah beserta isinya di alam sana, sehingga dapat dipergunakan oleh ayah bunda, leluhur, dan sanak keluarga yang berada di alam sana untuk meringankan penderitaan mereka.

Karena yang berkisah ini adalah seorang Kaisar yang sangat dihormati dan dicintai segenap rakyatnya, maka tentu saja cerita ini dipercayai, dan himbauan kaisar langsung mendapatkan tanggapan yang baik dari para pejabat, bangsawan, dan seluruh rakyat kerajaan Tang. Dengan demikian maka masyarakat kota raja akan berbondong-bondong membeli bambu untuk kebutuhan rumah-rumahan yang akan dibakar serta pembuatan kertas kepada masyarakat luar kota raja yang hidup dalam kemiskinan.

Beberapa Cuplikan video mengenai tradisi membakar uang uangan dan rumah pada upacara kematian
 1. KONGTECK Vihara Gunung Timur - MEDAN

2. KONGTECK Vihara Gunung Timur - Medan

3.KONGTECK Vihara Gunung Timur - MEDAN

4. KONGTECK Vihara Asia Mega Mas - Medan

Pesan Moral :

Dalam persembahyangan dan melakukan pembakaran uang-uangan kertas awalnya sebenarnya untuk membantu perekonomian masyarakat miskin dinasty Tang. Namun saat ini sudah berubah menjadi area bisnis bagi kalangan pengusaha yang sebenarnya tidak dapat disalahkan, hanya kita sebagai pelaku perlu untuk memahami maksud yang sebenarnya sehingga tidak melakukan sesuatu yang tidak dipahami dengan baik.

Apalagi adanya salah kaprah pada jenis uang- uangan saat ini dengan menuliskan Bank of Hell yang sebenarnya jauh dari maksud awal yang bermaksud untuk menjadi mata uang alam baka dan bukan mata uang neraka seperti yang terjadi saat ini. Selain itu, pembakaran juga mengingatkan kita dengan pilar-pilar budaya Tionghoa untuk penghormatan terhadap leluhur.

Selain itu, persembahyangan merupakan waktu kebersamaan untuk berkumpul dan bercerita mengenang pesan moral dan kebaikan leluhur untuk dijaga dan diteruskan oleh kita sebagai keturunannya sebagai wujud nilai bakti kepada leluhur.

Pembakaran juga memiliki pesan moral tersirat untuk berbakti dan setia kepada negeri kita tinggal karena dalam membakar kertas emas maupun perak mengandung makna tanah melahirkan logam dan tanah itu adalah tempat dimana kita berpijak, tempat kita lahir dan bertumbuh. Semoga dengan penulisan ini semua bisa benar- benar memahami apa yang dilakukan.

Karena maksud sebenarnya sangat baik dan memiliki nilai moral yang tinggi, terkadang hanya karena ketidak tahuan maka bisa terjadi penyimpangan yang tidak dipahami.

No comments:
Write komentar

Hey, we've just launched a new custom color Blogger template. You'll like it - https://t.co/quGl87I2PZ
Join Our Newsletter
http://go.pub2srv.com/afu.php?id=1391020